Salam Sejawat.
Berikut informasi singkat yang dishare oleh PB melalui media sosial Whatsapp.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengakui keberadaan kolegium sebagai lembaga yang sah secara yuridis
Mahkamah Konstitusi mengakui keberadaan Kolegium sebagai lembaga yang sah secara yuridis dan memiliki kedudukan hukum
Kolegium Kedokteran secara yuridis formal diakui oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan tanggapan terhadap surat Ditjen AHU Kemenkumham yang meminta perhimpunan kedokteran/ kesehatan untuk mengeluarkan kolegium adalah perbuatan melawan hukum
1. Bahwa Pengakuan Mahkamah Konstitusi terhadap Kolegium sebagai Pihak Terkait
Mahkamah Konstitusi, dalam perkara pengujian materil Nomor 111/PUU-XXII/2024, telah menerima dua kolegium (yaitu Kolegium Akupuntur Medik Indonesia dan Kolegium Bedah Saraf Indonesia) sebagai pihak terkait dalam perkara tersebut.
Hal ini memiliki implikasi hukum yang signifikan, yaitu:
a. Eksistensi dan Legalitas:
Dengan Penerimaan MK terhadap kolegium sebagai pihak terkait dapat diartikan sebagai pengakuan atas eksistensi dan legitimasi kolegium dalam kedokteran. MK mengakui keberadaan kolegium sebagai lembaga yang sah secara yuridis dan memiliki kedudukan hukum yang dapat mewakili kepentingan anggotanya di forum peradilan konstitusional.
b. Hak Lembaga: Dengan diterimanya kolegium sebagai pihak terkait, kolegium mendapatkan pengakuan hak hukum (legal rights) sebagai lembaga yang memiliki posisi dan hak untuk bertindak di hadapan hukum, termasuk di forum persidangan MK. Ini menunjukkan bahwa kolegium diakui sebagai lembaga profesional yang dapat mengambil tindakan hukum dan membela kepentingan profesi kedokteran.
2. Implikasi atas Surat Ditjen AHU Kemenkumham
Surat dari Ditjen AHU Kemenkumham yang meminta agar perhimpunan kedokteran atau kesehatan mengeluarkan kolegium dalam jangka waktu 14 hari menimbulkan potensi permasalahan hukum, khususnya karena:
a. Asas Kewenangan: Keputusan MK dalam menerima kolegium sebagai pihak terkait menunjukkan bahwa kolegium memiliki dasar hukum dan diakui secara konstitusional. Surat Ditjen AHU yang meminta kolegium dikeluarkan dari perhimpunan kedokteran/kesehatan dengan alasan yang tidak jelas dapat dipandang sebagai tindakan yang melanggar asas kewenangan. Ditjen AHU tidak memiliki dasar kuat untuk meminta lembaga yang diakui konstitusional oleh MK untuk dikeluarkan dari organisasi kesehatan atau kedokteran.
b. Dugaan Perbuatan Melawan Hukum dan Sewenang-wenang: Surat Ditjen AHU berpotensi melanggar hak hukum kolegium, yang telah diakui keberadaannya secara konstitusional oleh MK. Mengeluarkan kolegium secara paksa dari organisasi profesi kedokteran dapat dilihat sebagai perbuatan sewenang-wenang yang tidak sesuai dengan hukum. Jika dilanjutkan, hal ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hak kelembagaan kolegium yang berpotensi menimbulkan gugatan terhadap Ditjen AHU.
3. Konsekuensi Hukum dari Pengakuan MK
a. Penguatan Status Kolegium: Pengakuan kolegium sebagai lembaga sah dengan legalitas kelembagaan memperkuat posisi kolegium dalam berbagai forum kedokteran/kesehatan, baik di peradilan maupun di dalam perhimpunan-perhimpunan profesi. Kolegium memiliki kedudukan hukum untuk membela hak-haknya dan tidak dapat dipaksa keluar tanpa dasar hukum yang jelas.
b. Potensi Gugatan Terhadap Tindakan Ditjen AHU: Jika perintah Ditjen AHU untuk mengeluarkan kolegium dari perhimpunan profesi kedokteran dilaksanakan, kolegium dapat melakukan perlawanan hukum dengan menggugat tindakan tersebut sebagai tindakan melawan hukum yang bertentangan dengan prinsip konstitusional dan yuridis formal. Gugatan ini dapat meliputi permintaan pembatalan surat tersebut atau bahkan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan pengakuan MK dalam perkara uji materil tersebut, kolegium kedokteran telah mendapatkan pengakuan yuridis yang kuat sebagai lembaga yang sah secara hukum.
Maka Tindakan Ditjen AHU yang meminta perhimpunan kedokteran untuk mengeluarkan kolegium dapat dianggap bertentangan dengan prinsip keabsahan lembaga dan hak hukum yang telah dimiliki kolegium. Tindakan ini berpotensi melawan hukum dan sewenang-wenang karena mengabaikan fakta hukum bahwa kolegium kedokteran memiliki hak legal dan konstitusional yang diakui oleh MK.
Note ;
Analisa hukum sebagaimana keterangan dari bapak Muhammad Joni, SH.MH Kuasa Hukum Prof.Dr. Djohansjah Marzoeki, Sp.B., Sp.BP-RE, Subspesialis RL. Pada Selasa, 5 Nopember 2024 dihelat sidang Mahkamah Konstitusi (MK) perkara pengujian materil Nomor 111/PUU-XXII/2024, yang diajukan: Prof.Dr.Djohansjah Marzoeki, Sp.B.,Sp.BP RE, SubSpesialis RL., menguji norma Kolegium dan norma etika dan disiplin profesi.
Jakarta, 5 November 2024
Dr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H (Ketua BHP2A PB Ikatan Dokter Indonesia)
Posted by Pustadin IDI Cabang Kota Bekasi
No comments:
Post a Comment
Berikan Komentar/Saran Anda bila postingan ini bermanfaat. Terima kasih